Senin, 30 November 2015

Tugas 7 Ekonomi Koperasi : Tugas Final

Koperasi di Indonesia dan Contoh Koperasi Sukses

Ketentuan Pasal 15 UU No. 25 Tahun 1992 menyatakan bahwa Koperasi dapat berbentuk Koperasi Primer atau Sekunder. Koperasi Sekunder, menurut Penjelasan dari undang-undang tersebut, adalah meliputi semua koperasi yang didirikan oleh beranggotakan Koperasi Primer dan Koperasi Sekunder. Berdasarkan kesamaan kepentingan dan tujuan efisiensi, Koperasi Sekunder dapat didirikan oleh koperasi sejenis maupun berbagai jenis atau tingkatan. Dalam hal koperasi mendirikan Koperasi Sekunder dalam berbagai tingkatan, seperti yang selama ini dikenal sebagai pusat, gabungan dan induk, maka jumlah tingkatan maupun penanamannya diatur sendiri oleh Koperasi yang bersangkutan.

Jika dilihat kembali ketentuan Pasal 15 dan 16 UU No. 12 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Koperasi beserta penjelasannya, maka dapat diketahui adanya empat tingkatan koperasi yang didasarkan atau disesuaikan dengan tingkat daerah administrasi pemerintahan. Empat tingkatan koperasi tersebut dapat dijelaskan seperti berikut :
      I.        Induk Koperasi, terdiri dari sekurang-kurangnya 3 (tiga) gabungan koperasi yang berbadan hukum. Induk Koperasi ini daerah kerjanya adalah Ibukota Negara Republik Indonesia (tingkat Nasional).
    II.        Gabungan Koperasi, terdiri dari sekurang-kurangnya 3 (tiga) Pusat Koperasi yang berbadan hukum. Gabungan Koperasi ini daerah kerjanya adalah Daerah Tingkat I (tingkat Propinsi).
   III.        Pusat Koperasi, terdiri dari sekurang-kurangnya 5 (lima) Koperasi Primer yang berbadan hukum. Pusat Koperasi ini daerah kerjanya adalah Daerah Tingkat II (tingkat Kabupaten).
  IV.        Koperasi Primer, terdiri dari sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) orang yang telah memenuhi syarat-syarat keanggotaan sebagaimana ditentukan dalam undang-undang.

Dengan tingkatan organisasi koperasi seperti tersebut, maka koperasi tingkat atas mempunyai kewajiban memberi bimbingan dan pula mempunyai wewenang untuk mengadakan pemeriksaan pada koperasi tingkat bawah, dengan tanpa mengurangi hak koperasi tingkat bawah.
Adanya kerja sama yang baik di dalam organisasi koperasi dari tingkat pusat sampai pada tingkat daerah atau dari tingkat atas sampai pada tingkat bawah, akan dapat memajukan usaha koperasi secara keseluruhan.¹ Pemusatan koperasi menjadi empat tingkat organisasi dalam kesatuan yang tak dapat dipisah-pisahkan ini, mempunyai beberapa keuntungan yaitu:²
              I.        Menghilangkan atau menekan kemungkinan persaingan yang tidak sehat di antara koperasi-koperasi yang ada.
            II.        Di antara koperasi-koperasi tersebut, ada hubungan saling melengkapi dalam suasana asas kekeluargaan, beban diperingan, biaya usaha dapat dikurangi, dan harga dapat ditekan serendah mungkin.
           III.        Dengan bekerjanya asas kebebasan yang bertanggung jawab (subsidiaritas) dijamin sehatnya sektor koperasi dari sudut kehidupan organisasi dan usaha.

Jenis Koperasi di Indonesia
            Dalam ketentuan Pasal 16 UU No. 25 Tahun 1992 dinyatakan bahwa jenis koperasi didasarkan pada kesamaan kegiatan dan kepentingan ekonomi anggotanya. Sedangkan dalam penjelasan pasal tersebut , mengenai jenis koperasi ini diuraikan seperti antara lain : Koperasi Simpan Pinjam, Koperasi Konsumen, Koperasi Produsen, Koperasi Pemasaran dan Koperasi Jasa. Mengenai penjenisan koperasi ini, jika ditinjau dari berbagai sudut pendekatan maka dapatlah diuraikan seperti berikut :³
a.    Berdasar pendekatan sejarah timbulnya gerakan koperasi, maka dikenal jenis-jenis koperasi seperti berikut :
                      I.        Koperasi Konsumsi.
                    II.        Koperasi Kredit.
                   III.        Koperasi Produksi.
_______________
            ¹Nindyo Pramono, Loc.cit., hlm. 113.
            ²Tom Gunadi, Sistem Perekonomian menurut Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945, Bandung, Angkasa, 1981, hlm. 244.
            ³Nindyo Pramono, loc.cit., hlm. 118.

b.    Berdasar pendekatan menurut lapangan usaha dan tempat tinggal para anggotanya, maka dikenal beberapa jenis koperasi antara lain :
                      I.        Koperasi Desa.
                    II.        Koperasi Unit Desa (KUD).
                   III.        Koperasi Konsumsi.
                  IV.        Koperasi Pertanian (Koperta)
                   V.        Koperasi Peternakan.
                  VI.        Koperasi Perikanan.
                 VII.        Koperasi Kerajinan atau Koperasi Industri.
               VIII.        Koperasi Simpan Pinjam atau Koperasi Kredit.

A.   Latar Belakang
Koperasi Simpan Pinjam Artha Jaya disingkat KSP Arya bergerak di bidang jasa pelayanan simpanan dan pinjaman dalam upaya meningkatkan kesejahteraan anggota dan masyarakat daerah kerja dengan badan hukum tanggal 29 Juni 2000 No. 34/BH/Meneg/I/VI/2000 dan akte perubahan anggaran dasar tanggal 12 Maret 2003 No.40/PAD/Meneg/I/III/2003.

B.   Visi dan Misi KSP Artha Jaya
a.    Visi
Menjadi KSP yang kuat, mandiri, dapat dipercaya dan sehat secara ekonomi untuk kesejahteraan anggota.
b.    Misi
1.    Menggali dan menghimpun dana dari anggota, calon anggota dan sumber lainnya.
2.    Menyalurkan dana dalam bentuk pemberian pinjaman dengan pola komersial dengan jiwa syariah.
3.    Menyelenggarakan bimbingan, pembinaan, pendidikan dan pelatihan manajemen kepada anggota, calon anggota dan masyarakat.





C.   Identitas Koperasi Simpan Pinjam Artha Jaya
Nama Lembaga                                : Koperasi Simpan Pinjam “Artha Jaya”
Alamat                                                : Jl. Akses UI No. 89 Kelapa Dua,  Cimanggis Depok
Telepon                                             : 021 – 87720814
Anggota                                             : 475 Orang
Bidang Usaha                                  : Simpan Pinjam
Surat Keterangan Domisili             : 510/19/VI/2006 Tanggal 6 Juni 2006
Surat Ijin Usaha Simpan Pinjam   : Nomor 49/SISP/DEP.I/III/2010 Tanggal 24 Maret       2010
Nomor Pokok Wajib Pajak              : 02.313.873.8-017.000

D.   Pengawas, Pengurus dan Pengelola
Sesuai dengan keputusan Rapat Anggota Tahunan (RAT) ke VI tanggal 14 Maret 2010 susunan sebagai berikut :
·         Pengawas
Ketua                         : Dedy Haryono, Amd
Anggota                     : Kurniadi Prastowo

·         Pengurus
Ketua                         : Dr. H. Teguh Prajitno, SE, MM
Sekretaris                  : Drs. Suwanto, MM
Bendahara                : Otti Wulandari, SE

E.   Keanggotaan
Persyaratan untuk diterima menjadi anggota sebagai berikut :
a)    Warga Negara Indonesia;
b)    Memiliki kesinambungan kegiatan usaha dengan kegiatan usaha koperasi;
c)    Memiliki kemampuan penuh untuk melakukan tindakan hukum ( dewasa dan tidak berada dalam perwalian dan sebagainya).
d)    Bersedia membayar simpanan pokok sebesar Rp 100.000 (seratus ribu rupiah), dan simpanan wajib sebesar Rp 20.000 (dua puluh ribu rupiah) dibayar setiap bulan yang ditentukan dalam Anggaran Rumah Tangga dan atau Keputusan Rapat Anggota.
e)    Menyetujui Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan atau ketentuan yang berlaku dalam koperasi.
f)     Bertempat tinggal di Depok, Tangerang, Bekasi dan Bogor.
g)    Anggota adalah :
1.    Setelah menjalani 2 (dua) kali periode pinjaman dengan kriteria lancar dan lunas.
2.    Dan atau simpanan pokok telah mengendap selama 1 tahun
3.    Diluar butir diatas statusnya adalah calon anggota.

F.    Program Koperasi Simpan Pinjam Artha Jaya
1.    Pinjaman 1 Juta, Agunan ijazah dan atau pernyataan peralatan rumah tangga, diatas 1 juta, agunan BPKB Motor.
2.    Peningkatan Sektor Agribisnis
3.    Asuransi Pinjaman/ Pembiayaan.

G.   Koperasi Simpan Pinjam Artha Jaya (Mudah, Cepat, dan Tepat Sasaran)
Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Artha Jaya memberikan layanan Simpanan Sukarela (tabungan) dengan bunga lebih besar dan dapat diambil sewaktu waktu anda perlukan. Syarat-syarat pengajuan pinjaman Artha Jaya.
1.    Berstatus anggota/ calon anggota KSP Arya. ( Mengisi formulir permohonan menjadi anggota dan membayar simpanan pokok Rp. 100.000 dan Simpanan Wajib Rp 20.000/ bulan).
2.    Fotokopi KTP suami dan istri yang berdomisili di Jakarta, Depok, Tangerang dan Bekasi.
3.    Mengisi formulir menjadi Anggota KSP Artha Jaya.
4.    Mengisi formulir permohonan pengajuan pinjaman yang ditanda tangani oleh suami dan istri .
5.    Menyerahkan fotokopi agunan bagi peminjam diatas 1 juta (BPKB, sertifikat atau surat berharga lainnya).
6.    Slip gaji/ surat keterangan usaha.



Jika semua syarat-syarat tersebut terpenuhi maka surveyor akan melakukan survei, data yang terkumpul akan digunakan sebagai bahan pertimbangan oleh tim KSP Artha Jaya. Jika nilai layak maka proses pencairan pinjaman dapat dilakukan dengan membawa dokumen/ surat agunan yang asli dan telah mendatangani SPK (Surat Perjanjian Kerjasama).

Sasaran KSP Artha Jaya untuk ikut serta mensukseskan program pemerintah tahun 2005 sebagai UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menegah) maka KSP Artha Jaya memberikan program khusus yaitu dengan pinjaman jasa ringan kepada UMKM. Sehingga dengan program tersebut diharapkan tepat sasaran dan berdaya guna tinggi.

Daftar Pustaka

_______, Koperasi Simpan Pinjam Artha Jaya.

Selasa, 24 November 2015

Tugas 6 Ekonomi Koperasi : susunan kalimat dalam paragraf

Sisa Hasil Usaha dan Modal Koperasi

            Pengertian sisa hasil usaha koperasi menurut ketentuan Pasal 45 UU No. 25 Tahun 1992 adalah pendapatan koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi dengan biaya – biaya, penyusutan dan kewajiban lainnya termasukpajak dalam tahun buku yang bersangkutan.
            Besarnya pembagian sisa hasil usaha koperasi diatur lebih lanjut di dalam setiap anggaran koperasi Indonesia. Demikian pula halnya mengenai penggunaan sisa hasil usaha tersebut, apakah untuk keperluan pendidikan koperasi ataukah untuk keperluan lain dari koperasi berangkutan selain diatur lebih lanjut di dalam anggaran dasar koperasi tersebut mengenai pelaksanaannya harus melalui Keputusan Rapat Anggota Koperasi. Jadi di dalam Rapat Anggota Koperasi (Tahunan misalnya), dapat dibicarakan serta diputuskan mengenai penggunaan sisa hasil usaha ini yang selanjutnya pelaksanaannya dapat diserahkan kepada pengurus koperasi.
            Sedangkan mengenai pembagian sisa hasil usaha koperasi kepada para anggota ini, harus melihat jasa usaha yang dilakukan oleh masing – masing anggota kepada koperasi. Artinya, dalam pembagian sisa hasil usaha koperasi kepada para anggota ini, tidak semata – semata melihat besar kecilnya modal yang dimasukkan/ diserahkan anggota kepada koperasi. Melainkan harus sebanding atau seimbang dengan transaksi usaha dan partisipasi modal yang diberikan anggota kepada koperasi.
            Jika ada modal yang disimpan dalam koperasi sebagai pemupukan modal dari anggota, simpanan modal ini perlu diberi bunga atau jasa modal yang besarnya tidak boleh melebihi tingkat bunga yang berlaku resmi dan ditetapkan oleh Rapat Anggota Koperasi. Sedangkan terhadap dana cadangan yang diambil dari sisa hasil usaha dan dipakai/ dipergunakan sebagai pemupukan modal koperasi, besar kecilnya pemupukan dana cadangan tersebut ditetapkan melalui rapat anggota.







Sisa Hasil Usaha dan Modal Koperasi

Jenis Modal Dalam Koperasi
Menurut Hadiwidjaja dan Rivai (2001:28)
“Modal yang ada dalam koperasi itu sendiri dari modal aktif dan modal pasif“.
Dari kutipan tersebut diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:
                      I.        Modal Aktif
Sebagai modal usaha, dan koperasi akan mempunyai :
a)    Modal Lancar
 Berupa uang tunai, simpanan di bank, persediaan–persediaan barang,piutang atau tagihan–tagihan, persediaan bahan dan persediaan barang dalam pengolahan  yang kemampuannya merupakan modal beredar dan diarahkan untuk dapat menciptakan pendapatan.
b)    Modal Tetap
 Berupa benda–benda tetap dalam tanah, gudang, peralatan dan lainnya, yang mendorong koperasi berusaha sehari–hari menciptakan atau jasanya untuk dijual kepada anggota dan umum sebagai konsumen.
                    II.        Modal Pasif
Nilai–nilai modal yang diperoleh koperasi baik dari para anggota maupun dari bukan anggota. Yang merupakan sumber modal yang diperjanjikan dengan para pemilik awalnya, yang dapat kita kategorikan sebagai berikut :
A.   Utang Jangka Pendek
a)    Simpanan sukarela dalam bentuk giro, yang harus dikembalikan sewaktu–waktu diminta oleh penyimpan yang bersangkutan.
b)    Biaya–biaya yang belum dibayar, seperti biaya–biaya yang sudah waktunya dibayar, tetapi belum sempat dibayarkan kepada yang bersangkutan.
c)    Pajak yang terutang  yang merupakan pajak yang sudah diperhitungkan jumlahnya, tetapi belum sempat dibayar.
d)    Dana–dana lain yang sudah dekat waktu penyerahan atau penggunaanya, seperti sudah kurang dari satu tahun.




B.   Utang Jangka Panjang
a)    Simpanan wajib ditentukan oleh peraturan dan dapat dibayar dikembalikan bila diminta oleh  yang bersangkutan. Bila waktu yang diperjanjikan sudah habis sekalipun simpanan itu diterima dari anggota.
b)    Simpanan suka rela yang berbentuk deposito berjangka, mengingat harus dikembalikan kepada penyimpan bila jangka waktu penyimpanannya telah habis.
c)    Dana–dana lain yang masih lama jangka waktu pengembalian atau waktu penggunaannya, seperti lebih lama dari satu tahun.
C.   Modal (Sendiri) Koperasi
a)    Simpanan pokok, sebagai penyertaan tiap anggota dalam pemilikan koperasi, sampai memperoleh suara sama banyaknya diantara sesame anggota.
b)    Bantuan–bantuan yang syah, yaitu demanted capital pendorong kemajuan untuk koperasi.
c)    Cadangan, penyisihan sebagian dari sisa hasil usaha koperasi, yang disediakan untuk menutup kerugian yang di derita oleh koperasi.
d)    Sisa hasil usaha koperasi selama belum ada penetapan pembagiannya oleh rapat anggota.

Dengan gambaran struktur modal dalam koperasi, maka dapat kita ketahui mana modal usaha, modal kreditur atau modal asing, dan modal sendiri pada koperasi.

Daftar Pustaka

Hadihikusuma, Sutantya Rahardja., Hukum Koperasi Indonesia, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000

Perbandingan Etika Profesi Akuntansi Orde Lama, Orde Baru, Masa Reformasi.



Masa Orde Lama
Praktik akuntansi di Indonesia dapat ditelusur pada era penjajahan Belanda sekitar tahun 1642. Jejak yang jelas berkaitan dengan praktik akuntansi di Indonesia dapat ditemui pada tahun 1747, yaitu praktik pembukuan yang dilaksanakan Amphioen Sociteyt yang berkedudukan di Jakarta. Pada era ini Belanda mengenalkan sistem pembukuan berpasangan (double-entry bookkeeping) sebagaimana yang dikembangkan oleh Luca Pacioli. Perusahaan VOC milik Belanda-yang merupakan organisasi komersial utama selama masa penjajahan-memainkan peranan penting dalam praktik bisnis di Indonesia selama era ini. Kegiatan ekonomi pada masa penjajahan meningkat cepat selama tahun 1800an dan awal tahun 1900an. Hal ini ditandai dengan dihapuskannya tanam paksa sehingga pengusaha Belanda banyak yang menanamkan modalnya di Indonesia. Peningkatan kegiatan ekonomi mendorong munculnya permintaan akan tenaga akuntan dan juru buku yang terlatih. Akibatnya, fungsi auditing mulai dikenalkan di Indonesia pada tahun 1907. Peluang terhadap kebutuhan audit ini akhirnya diambil oleh akuntan Belanda dan Inggris yang masuk ke Indonesia untuk membantu kegiatan administrasi di perusahaan tekstil dan perusahaan manufaktur. Internal auditor yang pertama kali datang di Indonesia adalah J.W Labrijn-yang sudah berada di Indonesia pada tahun 1896 dan orang pertama yang melaksanakan pekerjaan audit (menyusun dan mengontrol pembukuan perusahaan) adalah Van Schagen yang dikirim ke Indonesia pada tahun 1907. Pengiriman Van Schagen merupakan titik tolak berdirinya Jawatan Akuntan Negara-Government Accountant Dienst yang terbentuk pada tahun 1915. Akuntan publik yang pertama adalah Frese & Hogeweg yang mendirikan kantor di Indonesia pada tahun 1918. Pendirian kantor ini diikuti kantor akuntan yang lain yaitu kantor akuntan H.Y.Voerens pada tahun 1920 dan pendirian Jawatan Akuntan Pajak-Belasting Accountant Dienst. Orang Indonesa pertama yang bekerja di bidang akuntansi adalah JD Massie, yang diangkat sebagai pemegang buku pada Jawatan Akuntan Pajak pada tanggal 21 September 1929. Pada tahun 1947 hanya ada satu orang akuntan yang berbangsa Indonesia yaitu Prof. Dr. Abutari. Praktik akuntansi model Belanda masih digunakan selama era setelah kemerdekaan (1950an). Pendidikan dan pelatihan akuntansi masih didominasi oleh sistem akuntansi model Belanda. Pada tahun 1957, kelompok pertama mahasiswa akuntansi lulus dari Universitas Indonesia. Namun demikian, kantor akuntan publik milik orang Belanda tidak mengakui kualifikasi mereka. Atas dasar kenyataan tersebut, akuntan lulusan Universitas Indonesia bersama-sama dengan dengan akuntan senior lulusan Belanda mendirikan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) pada tanggal 23 Desember 1957. professor Soemarjo Tjitrosidojo – akademisi berpendidikan Belanda adalah Ketua Umum IAI yang pertama. Tujuan didirikannya IAI ini antara lain mempromosikan status profesi akuntansi, mendukung pembangunan nasional dan meningkatkan keahlian serta kompetensi akuntan.

Masa Orde Baru
            Profesi akuntansi mulai berkembang cepat sejak tahun 1967 yaitu setelah dikeluarkannya Undang-Undang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri 1968. Usaha profesionalisasi IAI mendapat sambutan ketika dilaksanakan konvensi akuntansi yang pertama yaitu pada tahun 1969. hal ini terutama disebabkan oleh adanya Surat Keputusan Menteri Keuangan yang mewajibkan akuntan bersertifikat menjadi anggota IAI. Pada tahun 1970 semua lembaga harus mengadopsi sistem akuntansi model Amerika.Pada pertengahan tahun 1980an, sekelompok tehnokrat muncul dan memiliki kepedulian terhadap reformasi ekonomi dan akuntansi. Kelompok tersebut berusaha untuk menciptakan ekonomi yang lebih kompetitif dan lebih berorientasi pada pasar-dengan dukungan praktik akuntansi yang baik. Kebijakan kelompok tersebut memperoleh dukungan yang kuat dari investor asing dan lembaga-lembaga internasional. Pada tahun 1973, IAI membentuk “Komite Norma Pemeriksaan Akuntan” (KNPA) untuk mendukung terciptanya perbaikan ujian akuntansi (Bahciar 2001). Yayasan Pengembangan Ilmu Akuntansi Indonesia (YPAI) didirikan pada tahun 1974 untuk mendukung pengembangan profesi melalui program pelatihan dan kegiatan penelitian. Selanjutnya pada tahun 1985 dibentuk Tim Koordinasi Pengembangan Akuntansi (TKPA). Kegitan TKPA ini didukung sepenuhnya oleh IAI dan didanai oleh Bank Dunia sampai berakhir tahun 1993. misinya adalah untuk mengembangkan pendidikan akuntansi, profesi akuntansi, standar profesi dan kode etik profesi. Kemajuan selanjutnya dapat dilihat pada tahun 1990an ketika Bank Dunia mensponsori Proyek Pengembangan Akunatan (PPA). Melalui proyek ini, berbagai standar akuntansi danauditing dikembangkan, standar profesi diperkuat dan Ujian Sertifikasi Akuntan Publik (USAP) mulai dikenalkan. Ujian Sertifikasi Akuntan Publik berstandar Internasional diberlakukan sebagai syarat wajib bagi akuntan publik yang berpraktik sejak tahun 1997 (akuntan yang sudah berpraktik sebagai akuntan public selama 1997 tidak wajib mengikuti USAP). Pengenalan USAP ini mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Hal ini dapat dilihat SK Menteri Keuangan No. 43/ KMK. 017/ 1997 yang berisi ketentuan tentang prosedur perizinan, pengawasan, dan sanksi bagi akuntan public yang bermasalah (SK ini kemudian diganti dengan SK No. 470/ kmk.017/ 1999).

Masa Reformasi
            Mulai awal 1998, kebangkrutan konglomarat, collapsenya sistem perbankan, meningkatnya inflasi dan pengangguran memaksa pemerintah bekerja sama dengan IMF dan melakukan negosiasi atas berbagai paket penyelamat yang ditawarkan IMF. Pada waktu ini, kesalahan secara tidak langsung diarahkan pada buruknya praktik akuntansi dan rendahnya kualitas keterbukaan informasi (transparency). Walaupun demikian, keberadaan profesi akuntan tetap diakui oleh pemerintah sebagai sebuah profesi kepercayaan masyarakat. Di samping adanya dukungan dari pemerintah, perkembangan profesi akuntan publik juga sangat ditentukan ditentukan oleh perkembangan ekonomi dan kesadaran masyarakat akan manfaat jasa akuntan publik. Beberapa faktor yang dinilai banyak mendorong berkembangnya profesi adalah:

1) Tumbuhnya pasar modal
2) Pesatnya pertumbuhan lembaga-lembaga keuangan baik bank maupun non-bank.
3) Adanya kerjasama IAI dengan Dirjen Pajak dalam rangka menegaskan peran akuntan publik dalam pelaksanaan peraturan perpajakan di Indonesia

4) Berkembangnya penanaman modal asing dan globalisasi kegiatan perekonomian

Minggu, 08 November 2015

Tugas 5 Ekonomi Koperasi : susunan kalimat dalam paragraf

Jenis dan Bentuk-bentuk Koperasi

Ketentuan Pasal 15 UU No. 25 Tahun 1992 menyatakan bahwa Koperasi dapat berbentuk Koperasi Primer atau Sekunder. Koperasi Sekunder, menurut Penjelasan dari undang-undang tersebut, adalah meliputi semua koperasi yang didirikan oleh beranggotakan Koperasi Primer dan Koperasi Sekunder. Berdasarkan kesamaan kepentingan dan tujuan efisiensi, Koperasi Sekunder dapat didirikan oleh koperasi sejenis maupun berbagai jenis atau tingkatan. Dalam hal koperasi mendirikan Koperasi Sekunder dalam berbagai tingkatan, seperti yang selama ini dikenal sebagai pusat, gabungan dan induk, maka jumlah tingkatan maupun penanamannya diatur sendiri oleh Koperasi yang bersangkutan.

Jika dilihat kembali ketentuan Pasal 15 dan 16 UU No. 12 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Koperasi beserta penjelasannya, maka dapat diketahui adanya empat tingkatan koperasi yang didasarkan atau disesuaikan dengan tingkat daerah administrasi pemerintahan. Empat tingkatan koperasi tersebut dapat dijelaskan seperti berikut :
      I.        Induk Koperasi, terdiri dari sekurang-kurangnya 3 (tiga) gabungan koperasi yang berbadan hukum. Induk Koperasi ini daerah kerjanya adalah Ibukota Negara Republik Indonesia (tingkat Nasional).
    II.        Gabungan Koperasi, terdiri dari sekurang-kurangnya 3 (tiga) Pusat Koperasi yang berbadan hukum. Gabungan Koperasi ini daerah kerjanya adalah Daerah Tingkat I (tingkat Propinsi).
   III.        Pusat Koperasi, terdiri dari sekurang-kurangnya 5 (lima) Koperasi Primer yang berbadan hukum. Pusat Koperasi ini daerah kerjanya adalah Daerah Tingkat II (tingkat Kabupaten).
  IV.        Koperasi Primer, terdiri dari sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) orang yang telah memenuhi syarat-syarat keanggotaan sebagaimana ditentukan dalam undang-undang.




Dengan tingkatan organisasi koperasi seperti tersebut, maka koperasi tingkat atas mempunyai kewajiban memberi bimbingan dan pula mempunyai wewenang untuk mengadakan pemeriksaan pada koperasi tingkat bawah, dengan tanpa mengurangi hak koperasi tingkat bawah.
Jenis dan Bentuk-bentuk Koperasi

      Dalam ketentuan Pasal 16 UU No. 25 Tahun 1992 dinyatakan bahwa jenis koperasi didasarkan pada kesamaan kegiatan dan kepentingan ekonomi anggotanya. Sedangkan dalam Penjelasan pasal tersebut, mengenai jenis koperasi ini diuraikan seperti antara lain : Koperasi Simpan Pinjam, Koperasi Konsumen, Koperasi Produksi, Koperasi Pemasaran dan Koperasi Jasa. Untuk koperasi-koperasi yang dibentuk oleh golongan fungsional seperti pegawai negeri, anggota ABRI, karyawan dan sebagai nya, bukanlah merupakan suatu jenis koperasi tersendiri.

Mengenai penjenisan koperasi ini, jika ditinjau dari berbagai sudut pendekatan maka dapatlah diuraikan seperti berikut :
a.    Berdasarkan pendekatan sejarah timbulnya gerakan koperasi, maka dikenal jenis-jenis koperasi seperti berikut :
                                      I.        Koperasi Konsumsi
                                    II.        Koperasi Kredit
                                   III.        Koperasi Produksi
b.    Berdasarkan pendekatan menurut lapangan usaha dan tempat tinggal para anggotanya, maka dikenal beberapa jenis koperasi antara lain :
                      I.        Koperasi Desa.
                    II.        Koperasi Unit Desa (KUD).
                   III.        Koperasi Konsumsi.
                  IV.        Koperasi Pertanian (Koperta).
                   V.        Koperasi Peternakan.
                  VI.        Koperasi Perikanan.
                 VII.        Koperasi Kerajinan atau Koperasi Industri.
               VIII.        Koperasi Simpan Pinjam atau Koperasi Kredit.


c.    Berdasarkan pendekatan menurut golongan fungsional, maka dikenal jenis-jenis koperasi seperti antara lain :
                      I.        Koperasi Pegawai Negeri (KPN).
                    II.        Koperasi Angkatan Darat (KOPAD).
                   III.        Koperasi Angkatan Laut (KOPAL).
                  IV.        Koperasi Angkatan Udara (KOPAU).
                   V.        Koperasi Pensiunan Angakata Darat.
                  VI.        Koperasi Pensiunan Pegawai Negeri.
                 VII.        Koperasi Karyawan.
d.    Berdasarkan pendekatan sifat khusus dari aktivitas dan kepentingan ekonominya, maka dikenal jenis-jenis koperasi seperti antara lain :
                      I.        Koperasi Batik.
                    II.        Bank Koperasi.
                   III.        Koperasi Asuransi.


Daftar Pustaka

Hadihikusuma, Sutantya Rahardja., Hukum Koperasi Indonesia, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000