Sabtu, 07 Mei 2016

Akuntansi Internasional

KASUS LC FIKTIF BANK BNI DENGAN KARTU KREDIT
Syifa Ragustia Prabowo / 2B215089

Letter of Credit ( LC ) adalah Surat Berharga, yang merupakan alat bayar untuk sesuatu transaksi ekspor-impor, sehingga pengaturan hukum atas Letter of Credit tersebut diatur adalam perjanjian Internasional ( bukan perjanjian Nasional / Indonesia ) yang dikuti oleh semua Negara-negara didunia, yaitu menggunakan UCP.500 (United Custom Practice .500).

Alat Bayar lain yang diatur dalam undang-undang International yaitu, Kartu Kredit (Credit Card), dimana dengan Kartu kredit para pemegangnya dapat melakukan transaksi pembayaran dengan semua pihak yang menjadi Holder dari Bank Penerbit Kartu Kredit tersebut, baik didalam negeri maupun di luar negeri. Dan selain daripada itu mempunyai fungsi yang lain, yaitu untuk mengambil uang tunai/cash sebesar yang tercantum dalam credit limit kartu kredit tersebut.

Secara umum perlakuan verifikasi dari Credit Card dan Letter of Credit adalah sama, yaitu penjual atau bank penjual melakukan verifikasi/authorifikasi kepada Bank Penerbit ( Issuing Bank ), sehingga penjual atau Bank penjual dapat aman melakukan pembayaran terlebih dahulu kepada pemegang LC atau pemegang kartu kredit tersebut.

Pada kasus LC fiktif bank BNI antara Penjual ( Eksportir ) & Pembeli ( Importir ), Issuing Bank, advising Bank & Negotiating Bank telah terjadi kesepakatan terlebih dahulu, dari kesepakatan ini di jadikan solusi dalam kasus tersebut, sbb :



KESEPAKATAN MULTILATERAL / INTERNATIONAL :
Kesepakatan harga, volume, waktu pengiriman dan spesifikasi barang yang akan dibeli. Macam LC yang diterbitkan, persyaratan pencairan didalam LC, tgl diterbitkan, tanggal kadaluarsa.
Bank yang akan menerbitkan LC adalah koresponden dari Bank penjual didalam negeri atau harus ada Bank penjamin didalam negeri ( Advising Bank ) apabila bukan koresponden bank, sehingga dengan adanya Advising Bank, maka Negotiating Bank dapat melakukan pendiskotoan LC tersebut sesuai konvensi yaitu UCP.500.
Penerbitan dan kemudian pengiriman LC harus menggunakan alat verifikasi yang telah disetujui oleh dunia internasional yaitu SWIFT dengan Message Type .700, sehingga LC tersebut dikatakan GENUINE ( benar, baik, betul, akurat dan dapat dipercaya ).

KESEPAKATAN NASIONAL / DALAM NEGERI :
Eksportir atau penjual barang, telah conform dengan Banknya bahwa negotiating bank yang akan digunakan lewat Issuing Bank.
Eksportir dan Bank didalam negeri telah terjadi kesepakatan untuk melakukan pendiskontoan LC yang akan diterima, setiap bank mempunyai aturan yang berbeda dalam rangka pendiskontoan LC ekspor tersebut, tapi yang sama adalah, bahwa Bank mempuinyai HAK REGRES, yaitu hak yang dipunyai oleh Bank di dalam negeri, yaitu apabila Issuing Bank atau Importir tidak membayar kepada Negotiating Bank, karena pendiskontoan yang telah dilakukan, dengan alasan apapun, maka Negotiating Bank dapat meminta pelunasan pembayaran kepada Nasabahnya atau eksportir yang dimaksud.


Pendiskontoan LC ekspor, sama halnya dengan perjanjian kredit pada umumnya, pada saat terjadi wanprestasi di Luar negeri masuk dalam lingkup HUKUM PERDATA.
Apakah penggunaan yang tidak sesuai tentang pemakaian hasil pendiskontoan atau hasil pencairan kredit adalah suatu tindakan pidana? Dalam hal ini Tindakan Pidana Korupsi sesuai UU No.31/1999 jo UU.No.20/2001.
Dalam perjanjian Kredit atau pendiskotoan LC tersebut, Bank pada umumnya telah melakukan prinsip kehati-hatian bank, yaitu meninjau usaha, menilai asset sebagai jaminan pembayaran, sehingga apabila terjadi wanprestasi, Bank tetap aman untuk menerima pengembalian dana yang telah dicairkan kepada nasabah, baik berupa kredit atau pendiskontoan LC.
Dokumen Pendukung disini adalah seolah-olah telah atau akan terjadi pengiriman barang dengan menggunakan Bill of Lading, & dokumen lainnya yang diminta dalam LC, dikarenakan antara Importir dan Eksportir dan juga antara Issuing Bank & Negoriating Bank, sudah terjadi kesepakatan, maka pembayaran tetap  dilakukan pada saat jatuh tempo ( terbukti dari total 82 slip LC, hanya 37 Slip LC yang belum dibayar, itupun karena dikasus pidanakan oleh BNI )









Kesimpulan :
“Pada kartu kredit terdapat dokumen pendukung yaitu kwintansi yang seolah-olah harga barang adalah rp. 3.000.000,- sedangkan pada lc seolah-olah telah atau akan ada pengiriman dengan dokumen yang disepakati didalam LC”. Dikarenakan kesepakatan diatas telah terjadi maka, terjadilah Pendiskontoan LC Ekspor oleh Bank BNI terhadap Gramarindo Group, didalam pelaksanaannya tidak pernah terjadi masalah, yaitu sejak bulan September 2002 sampai dengan Agustus 2003, Bankdiluar negeri sebagai Issuing Bank, yang menerbitkan LC tersebuttetap membayar kepada Bank BNI atas pendiskontoan LC yang telah dilakukan terlebih dahulu dan karena pembayarannya dalam US. Dollar, maka pembayaran selalu melewati perjanjian Internasional, yaitu BANK SENTRAL di NEW YORK.

Tetapi setelah diketahui oleh Satuan Intern Pengawas Bank BNI, bahwa terjadi kesalahan prosedur untuk pendiskontoan LC tersebut, maka Bank BNI atas sepengetahuan direksi di kantor Pusat, menyetujui dibuat akte pengakuan hutang atas total pendiskontoan LC yang terjadi dan masih ditambah dengan Borgtogh oleh Owner dan Konsultan Investasi Sagared Group. Yang sebenarnya bahwa APU tersebut adalah sama dengan Letter of Indemnity partial yang terlampir per slip LC yang menyangkut hak regres, yang kemudian direkapitulasi menjadi total angka didalam APU dengan tambahan jaminan/collateral saja.