KEWARGANEGARAAN
INDONESIA
Kewarganegaraan
Kewarganegaraan (dalam bahasa inggris,citizenship danLatin,civis)telah
lama menjadi objek pemikiran. Kajian ini telah muncul sejak masa Yunani Kuno
(400 SM) dan masa Kerajaan Romawi (1 M).Kata Civis sendiri pertama kali digunakan pada masa kerajaan Romawi
untuk merujuk kepada orang-orang kaya dan para tuan tanah. Merekalah yang
memperoleh hak-hak istimewa. Hak-hak sebagai civis tidak diberikan kepada
rakyat bisa maupun di wilayah kekuasaan (Poole,1999:85-86).
1.Apa Yang Dimaksud
Dengan Kewarganegaraan ?
Secara umum kewarganegaraan dapat dipahami sebagai segala
sesuatu yang menyangkut warga Negara. Namun demikian , pemahaman yang sederhana
ini memiliki sejarah panjang dan kompleks. Sebagai objek pemikiran ,
kewarganegaraan telah muncul sejak masa Yunani Kuno (400 SM) . Pada masa itu,
warga Negara diidentikkan dengan orang
bebas. Sebaliknya , para budak dan-dalam konteks saat itu kaum perempuan serta
anak-anak tidak dikategorikan sebagai orang bebas sehingga meraka tidak dapat
disebut sebagia warga Negara.
Orang-orang bebas yang dikategorikan sebagai warga Negara
memiliki status istimewa, antara lain dapat berpatisipasi dalama penyusunan
dlam penyusunan undang-undang dan dalamm pelaksanaan administrasi Negara, dalam
aktivitas keagamaan dan budaya ,serta dapat masuk dinas militer yang penting
artinya pertahana Negara. Aktivitas-aktiviitas tersebut menunjukkan bahwa pusat
kehidupan warga negara mencakup setiap aspek kehidupan, mulai dari
politik,agama,budaya hingga pertahan Negara.Warga Negara dalam pengertian masa
Yunani Kuno juga dapat dikatakkan lebih menekankan kemampuan seseorang untuk
mengemban tanggung jawab Negara (Poole,1999:25)
Sumbangan prinsip nasionalisme adalah terciptanya kesadaran
nasional dan solidaritas rakyat yang berlandaskan faktor-faktor budaya , bahasa
, sejarah dan kesamaan keturunan. Rakyat yang telah bersatu karena
faktor-faktor tersebit semakin diperkuat oleh kesadaran nasionalnya karena
negara pun mulai melembagakan :
·
Nilai HAM yang menghargai kebebasan individu dan
menunjang kesetaraan bagi seluruh warga Negara.
·
Prinsip Negara republik yang mengakui otonomi
politik warga Negara .
·
Prinsip demokrasi yang mendorong partisipasi
aktif warga negara dalam kehidupan politik.
Ketiga prinsip tersebut memberikkan pengakuan bahwa warga
Negara memiliki status legal yang kemudian terwujud dalam hak-hak sipil.
Status legal yang dimiliki tiap warga negara memiliki
konsekuensi terhadap pendfinisian bangsa. Bangsa , kesamaan nasib , dan sejarah
, kini mendapat pengakuan baru sebagai kesatuan warga negara yang setara dan
memiliki status legal. Dengan status legal itu , hubungan negara dikonsepsikan
sebagai hubungan timbal-balik ,yang membuat warga negara melihat negara sebagai
organisasi untuk mengejar kesejahteraan dan kebahagian. Status legal , dalam
terwujud hak-hak sipil merupakan seperangkat hak bagi individu untuk mencapai
tujuan-tujuan hidupnya. Pemenuhan tujuan ini bagi warga negara
(Habermas,1996:285-289).
2.Siapakah Warga
Negara Indonesia ?
Berikut ini dipaparkan sejarah singkat penduduk Indonesia
pada masa pemerintahan kolonial Belanda dan masa pascakemerdekaan :
A. Status Rakyat Indonesia Pada Masa
Pemerintahan Kolonial Belanda.
Sebelum bangsa Belanda menguasai Indonesia , khususnya Pulau
Jawa , situasi masyarakat saat itu sudah tersusun secara hierarkis. Puncak
hierarki adalah raja dan keluaraga. Anak tangga di bawahnya diduduki kaum ulama
, militer , dan elit politik lain yang memiliki kekuasaan legal. Dalam
masyarakat yang hierarkis demikian , raja berhak menurut kebaktian dari rakyat.
Rakyat biasa adalah abdi raja yang tidak memiliki kebebasan individu , apalagi
otonomi politik. Jadi , konsep kewarganegaraan belum dikenal.
Hubungan kolonial tidak hanya menciptakan diskriminasi
rasial , melainkan juga melanggengkan system masyarakat yang bercorak feodal.
Belanda tidak menghapus kekuasaan raja-raja sama sekali sehingga keluarga raja
dan kaum bangsawan masih mendapat tempat yang tinggi dalam hierarki masyarakat.
Hierarki masyarakat tradisonal ini diperkuat lagi dengan kebijakan kolonial untuk
mengangkat elit administrasi atau birokrasi yang dahulu adalah abdi raja. Kaum
elit yang diangkat di tiap kabupaten kemudian melahirkan kelas tersendiri di
masyarakat , yang disebut golongan priyayi. Elit priyayi tersusun sebagai
berikut :para bupati berada di puncak birokrasi disusul oleh patih ,wedana ,
mantra , dan juru tulis. Jenjang-jenjang jabatan tersebut kemudian digolongkan
atas “Priyayi Gedhe” dan”Priyayi Cilik”. Barulah lapisan dibawah priyayi cilik diisi
mayoritas rakyat kecil yang disebut “Wong Cilik” (Kartodirdjo , 1999:83)
Di bidang politik , pemerintah kkolonial sangat otokratis
dan menerapkan sentralisasi dengan birokrasi yang amat ketat. Pejabat-pejabat
Belanda ditempatkan di tingkat keresidenan hingga distrik. Mereka menjabat
sebagai penasihat merangkap pengawas pejabat-pejabat pribumi.
Baru pada tahun 1903 , yakni setelah diberlakukannya
undang-undang dsentralisasi dan otonomi penduduk , lembaga politik berupa Badan
Perwakilan didirikan. Dalam pelaksanaanya , UU desentralsasi hanya mewujudkan
demokratis dalam arti minimal , karena dewan daerah tidak mampu mencapai
seluruh rakyat. Anggota-anggotanya hanya terdiri dari orang belanda dan elit
pribumi yang terpilih karena mekanisme penunjukan dan pemillihan tidak
langsung. Pendek kata , desentralisasi tidak mampu mendorong partisipasi
politik rakyat dan bahkan organisasi atau pertemuan politik dilarang oleh
pemerintah (Kartodirdjo,1999:43-44).
Kebijakan pendidikan dan politik tersebut menunjukkan bahwa
pemerintahan colonial tidak berkehendak membangun kesetaraan dan otonomi
politik bagi penduduk Indonesia. Bangsa Indonesia khususnya masyarakat jawa
semakin terpilah-pilah, baik karena diskriminasi rasial maupun karena system
masyarakat feodalistis. Pemerintah belanda memang telah mengatur status
penduduk Indonesia dalam Nederlanch
Onderdaan. Namun demikian , status penduduk belum menunjukkan status
kewarganegaraan yang sesungguhnya. Ditanah jajahan , tetap dibedakan status
warga Negara belanda dan status penduduk pribumi. Menurut perundang-undangan
yang berlaku (tahun 1854 , 1892 , 1910) , di Hindia Belanda terdapat tiga
kategori kewarganegaraan , yakni belanda , pribumi (dengan status sebagai
bawahan belanda ) , dan bangsa timur Asing (Kartodirdjo,1999:48,192)
B. Status Rakyat Indonesia Pascakemerdekaan
Dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 tertulis
,”…pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia …”
Siapa saja yang tercakup dalam pengertian bangsa Indonesia di sini ? UUD 1945
dirumuskan oleh tokoh-tokoh pergerakan nasional dengan latar belakang yang
beragam. Mereka mempunyai latar belakang agama yang berbeda , demikian pula
suku dan ras serta daerah asal. Ada yang berasal dari jawa , sumatera , ambon , Sulawesi , arab , tionghoa , dan lain-lain.
Perumus UUD juga bukan hanya laki-laki , melainkan juga tokoh-tokoh pergerakan
perempuan. Kesemuanya mewakili berbagai golongan dan aliran politik. Sejak awal
, keberagaman masyarakat telah menjiwaiperumusan UUD 1945 , dan keberagaman tersebut
dapat disatukan karena kepedulian yang luar biasa dari para tokoh akan
kepentingan rakyat. Sumbangan pemikira mereka
antara lain adalah perumusan tentang bahasa Indonesia. Yang ditetapkan
sebagai bangsa Indonesia adalah bangsa Indonesia asli atau bangsa lain yang
disahkan dengan UU sebagai warga Negara. Ketentuan terakhir ini menunjukkan
bahwa bangsa Indonesia menerima keturunan arab
, tionghoa ata bangsa lain yang telah lama menetap di Indonesia sebagai
warga Negara Indonesia.
Satu hal yang patut ditekankan di sini adalah bahwa menurut
UUD 1945 warga Negara memiliki status legal yang sama , dengan segala hak dan
kewajiban yang melekat di dalamnya. Sebagai tambahan , dalam UUD 1945, pasal 26
, tertera pula kata-kata penduduk
selain warga Negara. Yang dimaksud
dengan penduduk adalah WNI dan orang asing yang tinggal di Indonesia. Orang
asing tentu tidak dapat menikmati hak dan melaksanakan kewajiban yang sama
dengan WNI. Kata penduduk disebutkan karena terkait dengan kedaulatan
Negara-negara lain.
C. Menjadi Warga Negara Indonesia.
Secara procedural , kewarganegaraan Indonesia diatur dalam
undang-undang tentang kewarganegaraan. Sejak kemerdekaan ada beberapa UU
tentang kewarganegaraan yang telah dikeluarkan , yaitu UU RI Nomor 3 Tahun 1946
, UU RI Nomor 62 Tahun 1958 , UU RI Nomor 4 Tahun 1969 , UU RI Nomor 3 Tahun
1976 , dan UU RI Nomor 12 Tahun 2006. Selain UU juga terdapat peraturan-peraturan lain berupa
Keputusan Presiden , Instruksi Presiden , Peraturan Pemerintah Maupun Surat
Keputusan Bersama Menteri Kehakiman da Menteri Dalam Negeri. Perubahan-perubahan
UU tersebut mmencerminkan adanya dinamika dalam masyarakat maupun interaksi
penduduk antarbangsa yang begitu cepat. Pelarian orang-orang yang mencari suaka
politik , perkawinan antarbangsa , masalh criminal oleh pelaku kejahatan lintas
Negara ,dsb. Merupakan beberapa fenomena yang dapat menggambarkan semakin
peliknya masalah kewarganegaraan sehingga hampir setiap Negara harus
mendefinisikan kembali siapa yang dimaksud dengan warga negaranya.
Kewarganegaraan Indonesia dapat diperoleh atas dasar :
·
Kelahiran
·
Pemberian Status
·
Pengangkatan
·
Permohonan
·
Naturalisasi
·
Perkawinan
·
Kehormatan
Dengan dasar kelahiran , seseorang secara otomatis menjadi
WNI karena ayah dan ibunya adalah WNI. Ketentuan ini merupakan ini implementasi
dari asas keturunan (ius sanguinis):
anak tetap WNI, walau dia dilahirkan di luar negeri. Tujuannya adalah untuk
mencegah apatride.
Untuk menghindari kasus tanpa kewarganegaraan atau
kewarganegaraan ganda , Negara dapat memberikan status warga Negara bagi anak
yang dilahirkan di luar negeri dengan salah satu orang tua (ayah atau ibu)
adalah WNI , sedangkan yang satu lagi bukan WNI.Dengan dasar pengangkatan ,
seorang anak WNA yang berumur 5 tahun (atau kurang) yang diangkat anak oleh WNI
dapat memperoleh kewarganegaraan Indonesia.
Negara dapat memberikan kewarganegaraan kehormatan kepada
orang-orang asing tertetu yang telah berjaasa kepada Negara , namun hal itu
tidak boleh mengakibatkan yang bersangkutan memiliki kewarganegaraan ganda.
Pemberian kewarganegaraan kehormatan itu dilakukan oleh Presiden setelah
memperoleh pertimbangan DPR.
D. Kehilangan Kewarganegaraan Indonesia
Bila seseorang telah menjadi WNI , Negara akan mengakuinya
untuk seumur hidupnya , sekalipun ia bertempat tinggal di luar negeri. Namun
WNI dapat kehilangan kewarganegaraannya karena hal-hal berikut ini :
·
Atas kemauan senndiri menjadi WNA
·
Melanggar asas kewarganegaraan tunggal.
·
Masuk dinas tentara asing tanpa seizing Presiden
·
Tinggal di luar wilayah Negara Indonesia , tidak
dalam rangka dinas Negara selama 5 tahun berturut-turut .
·
Perkawinan dengan WNA
WNI yang telah kehilangan kewarganegaraan karena mengikuti
orang lain (status suami/istri yang WNA) pada prinsipnya dapat diberi
kesempatan untuk kembali menjadi WNI , dengan syarat bahwa ia tidak lagi
mengikuti status suami/istrinya. Demikian pula dengan anak-anak yang sebelumnya
mengikuti status ayah/ibu yang berkewarganegaraan asing.
3. Prinsip-Prinsip
Dalam Hubungan Timbal-balik : Negara dan Warga Negara
Hubungan antara Negara dan warga Negara merupakan hubungan timbal-balik
yang melibatkan unsure hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak. Hubungan itu
secara mendasar terbangundari tujuan awal terbentuknya Negara indonsesia ,
sebagaimana tertuang dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 :
·
Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia
·
Memajukan kesejahteraan umum
·
Mencerdaskan kehidupan bangsa
·
Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan , perdamaian abadi dan keadilan social
Prinsip Negara
kesatuan. Negara kesatuan merupakan bentuk Negara di mana wewenang
legislative dipusatkan dalam satu badan legislative nasional/pusat. Kekuasaan
terletak pada pemerintah pusat dan tidak pada pemerintah daerah. Pemerintah
pusat memiliki wewenang untuk menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada daerah
berdasarkan hak otonomi (system desentralisasi) , tetapi pada tahap terakhir ,
kekuasaan tertinggi di tangan pemerintah pusat.
Pertimbangan para pendiri bangsa atas bentuk Negara kesatuan
adalah agar di bawah pemerintah pusat tidak ada Negara lagi , seperti di Negara
federal atau konfederasi. Hakikat dari pertimbangan tersebut adalah upaya untuk
menghindari teerjadinya perpecahan bangsa dan Negara atau dengan kata lain ,
untuk mencegah timbulnya provinsialisme yang memberi peluang kepada gerakan separatisme
. Namun ketetapan atas bentuk Negara kesatuan juga diiringi oleh satu ketentuan
pula , yakni bahwa pemerintah pusat tetap memperhatikan kepentingan daerah.
Prinsip Kedaulatan
Rakyat. Kedaulatan merupakan hak atau kekuasaan tertinggi untuk memerintah.
Kedaulatan rakyat berarti rakyat memiliki hak atau kekuasaan tertinggi untuk
memerintah diri mereka sendiri. Bangsa Indonesia memiliki sejarah panjang dalam
mewujudkan kedaulatan rakyat. Dalam sidang-sidang BPUPKI dikemukakan
pertimbangan bahwa kedaulatan rakyat merupakan bentuk kedaulatan yang dianggap
dapat mencegah terjadinya Negara kekuasaan yang absolute atau Negara penindas. Agar Negara tidak
menjadi Negara penidas , para perumus UUD 1945 , khususnya Bung Hatta ,
menekankan pentingnya jaminan pada rakyat dalam bentuk kemerdekaan untuk
beerpikir. Usulan para perumus kemudian tertuang dalam pasal 28 UUD 1945
(sebelum amandemenkan). Hasil rumusan BPUPKI kemudian tertuang dalam UUD 1945
yang menyatakan bahwa kedaulatan rakyat dilakukan sepenuhnya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat. Kedaulatan
rakyat dalam MPR dicerminkan dalam komposisi keanggotaan yang terdiri dari
wakil-wakil daerah. Kekuasaan MPR adalah menetapkan UUD dan GBHN , serta
mengangkat Presiden dan wakil presiden. Dalam UUD 1945 (Sebelum amandemen ) ,
MPR memegang kekuasaan tertinggi dan
presiden adalah penyelenggara pemerintahan Negara.
Prinsip Negara
Republika. Ide republic secara teoritas mendukung kedaulatan rakyat.
Prinsip ini mengisyaratkan adanya kebebasan
bukan dalam arti liberal , yaitu kebebasan dari intervensi pihak
(Negara) lain , tetapi dalam arti independensi , yaitu kebebasan dari dominasi
pihak lain. Kebebasan rakyat dalam Negara republic selalu disertai oleh
tanggung jawab ini merupakan aktivitas
politik atau partisipasi warga Negara untuk membentuk diri sekaligus membangun
Negara.
Prinsip Negara Hukum.
Prinsip ini menurut pemerintahan agar berjalan dengan tuntuna hukum dan
bukan kekuasaan. Hukum , khususnya UUD , merupakan sumber norma yang mengatur
pemerintahan maupun rakyat. Dalam UUD terkandung cita-cita bangsa , system
pemerintahan dan kerangka kerja bagi pemerintah.
4. Hak Dan Kewajiban
Warga Negara
Secara umum , hak merupakan klaim yang dibuat oleh orang
atau kelompok yang satu terhadap yang lain atau terhadap masyarakat. Klaim atau
tuntutan tersebut adalah klaim yang sah atau dapat dibenarkan karena orang yang
mempunyai hak bisa menuntut bahwa orang lain akan memenuhi atau menghormati hak
itu. Ada beberapa jenis hak yang kita kenal , yaitu :
·
Hak legal dan moral
·
Hak khusus dan umum
·
Hak positif dan hak negative
·
Hak individual dan social
Hak legal adalah hak yang berdasarkan hukum , berasal dari
undang-undang , peraturan hukum , atau dokumen legal lainnya. Umpamanya ,
ketika pemerintah mengeluarkan peraturan tentang kenaikan gaji pegawai negeri ,
maka setiap pegawai negeri berhak mendapat tunjangan itu. Hak moral adalah hak
yang berfungsi dalam system moral. Contohnya ialah sepasang suami istri yang
berjanji untuk saling setia , atau seseorang peminjam uang berjanji untuk
mengembalikan uang yang dipinjamnya dari orang lain. Hak moral belum tentu
merupakan hak legal , tetapi banyak hak moral yang sekaligus juga merupakan hak
legal. Misalnya janji , antarteman , yang dilakukan secara pribadi , hanya
terbatas pada hak moral saja. Sedangkan hak legal belum tentu menampilkan nilai
etis sehingga harus dikritik dengan norma moral. Sebagai contoh , Negara-negara
colonial di masa silam sering mengetengahkan hak-hak legal mereka untuk
menguasai wilayah jajahan , namun tentu dipertanyakan nilai etis dari
penjajahan itu sendiri.
A. Hak Asasi Manusia
Perjuangan HAM dari generasi pertama yang lahir di Eropa
Barat ditandai oleh penandatanganan Magna
Charta di inggris pada tahun 1215. Ketika itu , raja John “dipaksa” untuk
nengakui hak kelompok aristocrat yaitu hak untuk diperiksa di muka hakim (habeas corpus). Haki ini sendiri
dituntut sebagai imbalan atas dukungan kaum aristocrat dalam membiayai
penyelenggaraan pemerintahan dan kegiatan perang.
Perumusan HAM semakin berkembang seiring dengan munculnya
pemikiran-pemikiran tentang hak alamiah manusia yang digaungkan untuk menentang
pemikiran bahwa hak memerintah berasal dari wahyu illahi yang pada waktu itu
dianut oleh raja-raja. Hak alamiah , sebagaimana dikemukakan oleh Jhon Locke
dan pemikir lain seperti Jean Jacque Rousseau , meliputi hak atas hidup , hak
akan kebebasan , dan hak untuk memiliki harta benda.
Disamping itu juga muncul pemikiran bahwa penguasa yang
memerintah harus mendapat persetujuan rakyat. Hasil pemikiran dan perjuangan
HAM terbesar pada XVII itu adalah hancurnya monarki absolute yang memberi
kewenangan kepada raja untuk bertindak sewenang-sewenang terhadap rakyatnya.
B. HAM dalam UUD 1945
Pembicaraan tentang Hak dan kewajiban WNI tentu harus
melibatkan UUD sebagai sumber atau landasan otoritas bagi rakyat untuk
menikmati hak memenuhi kewajibannya sebagai warga Negara. Terdapat perbedaan
yang cukup signifikan , khususnya menyangkut pasal-pasal berisi HAM , dalam UUD
1945 sebelum amandemen dan yang sesudah amandemen. Dalam UUD 1945 sebelum
amandemen , pasal tentang HAM tidak dicantumkan secara khusus sehingga timbul
pertanyaan , apa yang melatarbelakangi para perumus UUD 1945 sehingga mereka
tidak memasukkan pasal-pasal tersebut ? Secara historis , sebagian besar
pemikiran para tokoh itu dilatarbelakangi oleh antikolonialisme dan
antiliberalisme. Mereka pun telah melihat bahwa rumusan HAM dari Negara-negara
Barat sendiri sangat bercorak liberal dan individualistis , dan gagal
menghapuskan kemiskinan di Negara-negara Barat yang saat itu diguncang depresi.
Disamping itu , alam liberalism juga ditandai oleh semakin tajamnya konflk
buruh-majikan dan juga timbulnya persaingan antarnegara. Dampak persaingan
antarnegara inilah yang kemudian melahirkan kolonialisme dan imperialism.
Pasal-pasal tentang hak warga Negara tetap tak berubah
hingga terjadinya amandemen UUD 1945. Perubahan terjadi setelah bangsa
Indonesia menempuh jalan gelap pada masa Orde Baru. Sejumlah peristiwa atau
kasus yang terjadi , seperti daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh , kasus
Tanjung Priok , kasus Talang Sari , kasus Marsinah , kasus Semanggi I dan II ,
kasus Trisakti dan kerusuhan di Ambon dan Poso telah menimbulkan jatuhnya
banyak korban. Hal ini menyadarkan anggota masyarakat untuk berjuang menegakkan
HAM di Indonesia. Tuntutan mereka bergaung dalam Gerakan Reformasi pada tahun
1998. Akhirnya dibawah pemerintahan Megawati ditetapkanlah TAP MPR No.XVII/MPR/1998
tentang HAM yang kemudian menjadi UU nomor 39 tahun 1999 yang di dalamnya juga
ditetapkan hak perempuan dan anak. Secara formal , perjuangan penegakan HAM
mencapai puncaknya dengan masuknya pasal-pasal khusus mengenai HAM dalam UUD
1945 sesudah amandemen. HAM melengkapi hak-hak social warga Negara yang sangat
ditekankan dalam UUD 1945 sebelum amandemen. Secara umum , HAM dalam UUD meliputi hak untuk hidup , hak
untuk mengembangkan diri , hak untuk
memperoleh keadilan , hak untuk perlindungan diri dan bebas dari penyiksaan ,
serta hak untuk memperoleh suaka politik dari Negara lain. Hak-hak social pun
semakin dijamin dengan penegasan atas hak atau jaminan social. Perubahan
signifikan lainnnya adalah pencantuman batasan-batasan terhadap hak warga
Negara.
C. Implementasi Hak dan Kewajiban Warga Negara
dalam Kehidupan Sehari-hari
Secar formal , hak dan kewajiban penduduk Indonesia telah
ditetapkan dalam UUD. Hak-hak itu meliputi hak umum , hak negative dan positif
, serta hak individual dan social. Bagaimana implementasi hak dan kewajiban
tersebut dalam kehidupan sehari-hari secara praktis ? Untuk meilhat aspek
praktis dari pasal-pasal tentang hak warga Negara , maka berikut ini hak-hak
akan diuraikan dalam tiga kategori , yakni keamanan , kesetaraan dan
kemerdekaan.
1. Keamanan
Dalam pembukaan UUD disebutkan bahwa salah satu tujuan
Negara adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia. Tujuan ini tentu akan diemban sebagai kewajiban tiap pemerintah
untuk menjamin keamanan Negara dan keselamata penduduk yang tinggal di
Indonesia. Perlindungan dan jaminan pemerintah atas keamanan ini diperlukan
oleh setiap orang karena ancaman terhadap penduduk bisa datang dari luar yaitu
serangan bangsa lain , dan secara internal berupa tindakan criminal. UUD 1945
sesudah amandemen telah menetapkan pasal-pasal tentanh HAM.
2. Kesetaraan
Seluruh warga Negara tanpa memandang suku , agama , budaya
aliran politik , profesi dan status social-ekonomi diperlukan setara.
Kesetaraan ini memempatkan setiap warga Negara mendapat pengakuan , jaminan ,
perlindungan , kepastian yang adil dan perlakuan yang sama di hadapan hukum.
3. Kemerdekaan (Indepedensi)
Kata kemerdekaan
kita jumpai pada alinea pertama Pembukaan UUD 1945. Dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara , kemerdekaan Negara-negara merupakan prasyarat bagi kemerdekaan
tiap-tiap warga Negara. Kemerdekaan menempatkan individu sebagai “persona” atau pribadi yang
bermartabat di dalam Negara. Bersamaan dengan itu , pengakuan terhadap hak itu
juga menuntut tanggung jawab untuk memelihara dan mempertahankan kemerdekaan
Negara.
D. Batasan-batasan terhadap Hak dan kewajiban
Warga Negara
Dengan pemenuhan hak-hak warga Negara tidak dapat diartikan
bahwa warga Negara dapat melaksanakan haknya tanpa batasan. Dalam kehidupan
sehari-hari kita mengenal bahwa kebebasan manusia memiliki batasan-batasan. Hal
itu dilakukan untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi
manusia serta kebebasan orang lain , kesusilaan , ketertiban umum , dan
kepentingan bangsa.
E. Kewajiban Warga Negara
Kewajiban warga Negara menuntutnya melakukan sesuatu dan
jika dia tidak melakukannya maka dia dapat dikenal denda atau , dalam kasus
tertentu , bahkan dapat dipenjara. Kewajiban menuntut pemenuhannya walaupun
warga Negara (mungkin) enggan melakukannya.
Beberapa kewajiban yang harus dijalankan setiap warga Negara , antara lain ialah :
·
Menjunjung/mematuhi hukum dan pemerintahan
·
Membela Negara
·
Membayar pajak
·
Mengikuti pendidikan dasar