KASUS LC FIKTIF BANK BNI
DENGAN KARTU KREDIT
Syifa Ragustia Prabowo / 2B215089
Letter of Credit ( LC )
adalah Surat Berharga, yang merupakan alat bayar untuk sesuatu transaksi
ekspor-impor, sehingga pengaturan hukum atas Letter of Credit tersebut diatur
adalam perjanjian Internasional ( bukan perjanjian Nasional / Indonesia ) yang
dikuti oleh semua Negara-negara didunia, yaitu menggunakan UCP.500 (United
Custom Practice .500).
Alat Bayar lain yang
diatur dalam undang-undang International yaitu, Kartu Kredit (Credit Card),
dimana dengan Kartu kredit para pemegangnya dapat melakukan transaksi
pembayaran dengan semua pihak yang menjadi Holder dari Bank Penerbit Kartu
Kredit tersebut, baik didalam negeri maupun di luar negeri. Dan selain daripada
itu mempunyai fungsi yang lain, yaitu untuk mengambil uang tunai/cash sebesar
yang tercantum dalam credit limit kartu kredit tersebut.
Secara umum perlakuan
verifikasi dari Credit Card dan Letter of Credit adalah sama, yaitu penjual
atau bank penjual melakukan verifikasi/authorifikasi kepada Bank Penerbit (
Issuing Bank ), sehingga penjual atau Bank penjual dapat aman melakukan
pembayaran terlebih dahulu kepada pemegang LC atau pemegang kartu kredit
tersebut.
Pada kasus LC fiktif bank
BNI antara Penjual ( Eksportir ) & Pembeli ( Importir ), Issuing Bank,
advising Bank & Negotiating Bank telah terjadi kesepakatan terlebih dahulu,
dari kesepakatan ini di jadikan solusi dalam kasus tersebut, sbb :
KESEPAKATAN MULTILATERAL / INTERNATIONAL :
Kesepakatan harga,
volume, waktu pengiriman dan spesifikasi barang yang akan dibeli. Macam LC yang
diterbitkan, persyaratan pencairan didalam LC, tgl diterbitkan, tanggal
kadaluarsa.
Bank yang akan
menerbitkan LC adalah koresponden dari Bank penjual didalam negeri atau harus
ada Bank penjamin didalam negeri ( Advising Bank ) apabila bukan koresponden
bank, sehingga dengan adanya Advising Bank, maka Negotiating Bank dapat
melakukan pendiskotoan LC tersebut sesuai konvensi yaitu UCP.500.
Penerbitan dan kemudian
pengiriman LC harus menggunakan alat verifikasi yang telah disetujui oleh dunia
internasional yaitu SWIFT dengan Message Type .700, sehingga LC tersebut
dikatakan GENUINE ( benar, baik, betul, akurat dan dapat dipercaya ).
KESEPAKATAN NASIONAL / DALAM NEGERI :
Eksportir atau penjual
barang, telah conform dengan Banknya bahwa negotiating bank yang akan digunakan
lewat Issuing Bank.
Eksportir dan Bank
didalam negeri telah terjadi kesepakatan untuk melakukan pendiskontoan LC yang
akan diterima, setiap bank mempunyai aturan yang berbeda dalam rangka
pendiskontoan LC ekspor tersebut, tapi yang sama adalah, bahwa Bank mempuinyai
HAK REGRES, yaitu hak yang dipunyai oleh Bank di dalam negeri, yaitu apabila
Issuing Bank atau Importir tidak membayar kepada Negotiating Bank, karena
pendiskontoan yang telah dilakukan, dengan alasan apapun, maka Negotiating Bank
dapat meminta pelunasan pembayaran kepada Nasabahnya atau eksportir yang
dimaksud.
Pendiskontoan LC ekspor,
sama halnya dengan perjanjian kredit pada umumnya, pada saat terjadi
wanprestasi di Luar negeri masuk dalam lingkup HUKUM PERDATA.
Apakah penggunaan yang
tidak sesuai tentang pemakaian hasil pendiskontoan atau hasil pencairan kredit
adalah suatu tindakan pidana? Dalam hal ini Tindakan Pidana Korupsi sesuai UU
No.31/1999 jo UU.No.20/2001.
Dalam perjanjian Kredit
atau pendiskotoan LC tersebut, Bank pada umumnya telah melakukan prinsip
kehati-hatian bank, yaitu meninjau usaha, menilai asset sebagai jaminan
pembayaran, sehingga apabila terjadi wanprestasi, Bank tetap aman untuk
menerima pengembalian dana yang telah dicairkan kepada nasabah, baik berupa
kredit atau pendiskontoan LC.
Dokumen Pendukung disini
adalah seolah-olah telah atau akan terjadi pengiriman barang dengan menggunakan
Bill of Lading, & dokumen lainnya yang diminta dalam LC, dikarenakan antara
Importir dan Eksportir dan juga antara Issuing Bank & Negoriating Bank,
sudah terjadi kesepakatan, maka pembayaran tetap dilakukan pada saat jatuh tempo ( terbukti
dari total 82 slip LC, hanya 37 Slip LC yang belum dibayar, itupun karena
dikasus pidanakan oleh BNI )
Kesimpulan :
“Pada kartu kredit
terdapat dokumen pendukung yaitu kwintansi yang seolah-olah harga barang adalah
rp. 3.000.000,- sedangkan pada lc seolah-olah telah atau akan ada pengiriman
dengan dokumen yang disepakati didalam LC”. Dikarenakan kesepakatan diatas
telah terjadi maka, terjadilah Pendiskontoan LC Ekspor oleh Bank BNI terhadap
Gramarindo Group, didalam pelaksanaannya tidak pernah terjadi masalah, yaitu
sejak bulan September 2002 sampai dengan Agustus 2003, Bankdiluar negeri
sebagai Issuing Bank, yang menerbitkan LC tersebuttetap membayar kepada Bank
BNI atas pendiskontoan LC yang telah dilakukan terlebih dahulu dan karena
pembayarannya dalam US. Dollar, maka pembayaran selalu melewati perjanjian
Internasional, yaitu BANK SENTRAL di NEW YORK.
Tetapi setelah diketahui
oleh Satuan Intern Pengawas Bank BNI, bahwa terjadi kesalahan prosedur untuk
pendiskontoan LC tersebut, maka Bank BNI atas sepengetahuan direksi di kantor
Pusat, menyetujui dibuat akte pengakuan hutang atas total pendiskontoan LC yang
terjadi dan masih ditambah dengan Borgtogh oleh Owner dan Konsultan Investasi
Sagared Group. Yang sebenarnya bahwa APU tersebut adalah sama dengan Letter of
Indemnity partial yang terlampir per slip LC yang menyangkut hak regres, yang
kemudian direkapitulasi menjadi total angka didalam APU dengan tambahan
jaminan/collateral saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar