Selasa, 03 November 2015

Jawaban Kelompok 2

1.      Karena etika profesi akuntansi sendiri diperlakukan agar mencegah prilaku-perilaku penyimpangan para angota maupun kelompok yang tergabung dalam profesi akuntansi yang dapat mencoreng instasi akuntansi. Setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa pada masyarakat harus memiliki kode etik yang merupakan seperangkat moral-moral dan mengatur tentang etika professional (Agnes, 1996). Pihak-pihak yang berkepentingan dalam etika profesi adalah akuntan publik, penyedia informasi akuntansi dan mahasiswa akuntansi (Suhardjo dan Mardiasmo, 2002). Di dalam kode etik terdapat muatan-muatan etika yang pada dasarnya untuk melindungi kepentingan masyarakat yang menggunakan jasa profesi. Terdapat dua sasaran pokok dalam dua kode etik ini yaitu Pertama, kode etik bermaksud melindungi masyarakat dari kemungkinan dirugikan oleh kelalaian baik secara disengaja maupun tidak disengaja oleh kaum profesional. Kedua, kode etik bertujuan melindungi keluruhan profesi tersebut dari perilaku-perilaku buruk orang tertentu yang mengaku dirinya profesional (Keraf, 1998).
Kode etik akuntan merupakan norma dan perilaku yang mengatur hubungan antara auditor dengan para klien, antara auditor dengan sejawatnya dan antara profesi dengan masyarakat. Kode etik akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktek sebagai auditor, bekerja di lingkungan usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan. Etika profesional bagi praktek auditor di Indonesia dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia (Sihwajoni dan Gudono, 2000).
Kode etik juga mempunyai tujuan sebagai berikut :
Ø  Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.
Ø  Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.
Ø  Untuk menjunjung tinggi martabat profesi
Ø  Untuk meningkatkan mutu profesi.
Ø  Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
Ø  Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.
Ø  Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
Ø  Menentukan baku standard.

2.      Kasus Etika Profesi Akuntansi 5 | Kasus Malinda Dee - Citibank
Malinda Dee, 47 tahun, Terdakwa atas kasus pembobolan dana Citybank, terbukti diketahui memindahkan beberapa dana nasabah dengan memalsukan tandatangan nasabah didalam formulir transfer. Kejadian ini terungkap didalam dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam sidang perdana di PN Jakarta Selatan, Selasa [8/11/2011]. "Sebagian tandatangan yang tertera pada blangko formulir transfer adalah tanda-tangan nasabah." ujar Tatang Sutarma, Jaksa Penuntut Umum.
Malinda berhasil memalsukan tandatangan Rohli bin Pateni. Pemalsuan dilakukan hingga 6 kali pada formulir transfer Citibank nomor AM 93712 yang bernilai 150.000 dollar AS pada tanggal 31 Agustus 2010. Pemalsuan tanda tangan dilakukan juga di formulir nomor AN 106244 yang dikirim ke PT. Eksklusif Jaya Perkasa sebesar Rp. 99 juta. Dalam transaksi transfer ini, Malinda  dee menulis "Pembayaran Bapak Rohli untuk pembayaran interior", pada kolom pesan.
Pemalsuan tanda tangan yang lain pada formulir nomor AN 86515 tanggal 23 Desember 2010 dengan penerima PT. Abadi Agung Utama. "Penerima Bank Artha Graha senilai Rp. 50 juta dan pada kolom pesan tertulis DP pembelian unit 3 lantei 33 combin unit." baca jaksa penuntut umum. Juga dengan menggunakan nama serta tanda-tangan palsu Rohli, Malinda Dee mengirim uang sebesar Rp. 250 juta pada formulir AN 86514 kepada PT. Samudera Asia Nasional tanggal 27 December 2010 dan AN 61489 sebesar nilai yang sama pada tanggal 26 January 2011. Pun pemalsuan dalam formulir AN 134280 pengiriman kepada Rocky Deany C. Umbas senilai Rp. 50 juta tanggal 28 January 2011 pembayaran pemasangan CCTV, milik Rohli.
Adapun tanda-tangan palsu beratas nama korban N. Susetyo Sutadji dilakukan sebanyak 5 kali, yaitu dalam formulir Citibank No AJ 79026, AM 122339, AM 122330, AM 122340, dan juga AN 110601. Malinda mengirim uang senilai Rp. 2 miliar kepada PT. Sarwahita Global Management, Rp. 361 juta kepada PT. Yafriro International, Rp. 700 juta kepada Leonard Tambunan. Dan 2 transaksi yang lain sebesar Rp. 500 juta dan Rp 150 juta dikirimkan kepada Vigor AW. Yoshuara secara berurutan.
"Hal ini telah sesuai dengan keterangan saksi Rohli dan N. Susetyo Sutadji dan saksi Surjati T. Budiman serta telah sesuai BAP (Berita Acara Pemeriksaan) Labaratoris Kriminalistis Bareskrim Polri." jelasnya. Pengiriman uang serta pemalsuan tanda-tangan ini tidak  di sadari oleh ke-2 nasabah tersebut.  

3.      Menurut Anggaran Rumah Tangga IAI Tahun 2003 Pasal 12 “Kompartemen adalah bagian organisasi IAI yang dibentuk berdasarkan bidang kerja anggota untuk meningkatkan profesionalisme, menjalankan kegiatan professional dan fungsi ilmiah di dalam suatu bidang kerja”.

4.      - Setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan professional    dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
- Memeliharan kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri.
- Usaha Kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.

5.      Egoisme Etis Inti pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan dirinya sendiri. Satu-satunya tujuan tindakan moral setiap orang adalah mengejar kepentingan pribadi dan memajukan dirinya. Egoisme ini baru menjadi persoalan serius ketika ia cenderung menjadihedonistis, yaitu ketika kebahagiaan dan kepentingan pribadi diterjemahkan semata-mata sebagai kenikmatan fisik yg bersifat vulgar.
Contoh : R.Budi dan Michael Hartono, misalnya, memiliki kekayaan US$ 11 miliar dan menempati perigkat pertama. Kekayaan ini diperoleh dari antara lain kelapa sawit dan industri rokok (Djarum). Angka kekayaan ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan total kekayaan 40 orangterkaya sebanyak US$ 71 miliar. sesungguhnya sudah bisa melihat karakter egoisme etis pada mereka. Yang mana? Jikalau mereka altruisme, bisa dipastikan tak akan berbisnis rokok. Orang-orang altruisme akan berpikir rokok merupakan komoditas yang “mematikan” banyak orang, maka harus dicegah utnuk memperbanyak alat pembunuh itu. Sebaliknya, egoisme etis mengabaikan rokok yang disepadankan dengan alat pembunuh. Egoisme etis harus meneguhkan hati, “Ini cuma bisnis, jadi harus diabaikan dampak-dampak yang ditimbulkan. Salah sendiri orang lain mau membeli rokok sang pembunuh ini”.
Utilitarianisme Kata utilitarianisme berasal dari bahasa latin yaitu utilis yang berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja  satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Dalam rangka pemikiran utilitarianisme, kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah “the greatest happiness of the greatest number, kebahagiaan terbesar dari jumlah orang yang terbesar.

            Contoh : Industri rokok “menolong” kemajuan olahraga dengan menggelontorkan dan sebanyak-banyaknya, namun berpengharapan para penggila olahraga ini (pemain atau penonton) menjadi perokok aktif maupun pasif. Jelas, menolong yang dilakukan adalah berdasarkan keterpautan kepentingan diri sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar